Al Azhar Memorial Garden – Dikutip dari Islam Pos, hukum asal dari shalat wajib adalah tidak boleh dihentikan; karena Allah telah melarang untuk membatalkan amal. Jika saat shalat berjamaah ada makmum yang meninggal, maka shalat tidak harus dihentikan atau diberhentikan. Seorang makmum yang meninggal di tengah shalat berjamaah tidak mempengaruhi kelangsungan shalat yang sedang berlangsung.
Syeikh Abdurrahman as Sa’di –rahimahullah- berkata:
“Firman Allah: وَلَا تُبْطِلُوا أَعْمَالَكُمْ mencakup larangan untuk membatalkannya setelah mengamalkannya dengan sesuatu yang akan merusaknya, karena disebut-sebut dan ta’jub dengannya, bangga dan sum’ah, dan barang siapa yang mengerjakan maksiat yang karenanya amalan akan berguguran dan pahalanya akan hancur, dan mencakup larangan untuk merusaknya pada saat dikerjakan dengan menghentikannya, atau melakukan hal yang akan merusaknya.
Maka hal-hal yang membatalkan shalat, puasa, haji dan lain sebagainya, semuanya masuk dalam kategori ini, dan dilarang, para ahli fikih berdalil dengan ayat ini bahwa haram hukumnya menghentikan ibadah fardhu.” (Tafsir as Sa’di: 789)
Dikecualikan dari hal tersebut jika terjadi kebutuhan mendesak yang tidak mungkin dihindari.
Disebutkan di dalam Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah (34/51):
“Menghentikan ibadah wajib setelah memulainya tanpa ada alasan secara syar’i, tidak boleh sesuai dengan kesepakatan para ulama; karena menghentikannya tanpa alasan yang dibenarkan syari’at adalah bentuk kesia-siaan yang akan menafikan kehormatan ibadah, dan ada ayat yang melarang untuk merusak ibadah, firman Allah Ta’ala:
وَلَا تُبْطِلُوا أَعْمَالَكُمْ
“dan janganlah kalian merusakkan (pahala) amal-amalmu”. (QS Muhammad: 33)
Jika ada alasan yang dibenarkan syariat, maka menghentikan ibadah disyariatkan. Contohnya, menghentikan shalat untuk membunuh ular atau yang serupa dengannya karena ada perintah untuk membunuhnya.
Begitu juga, menghentikan shalat karena khawatir akan kehilangan harta berharga atau untuk menolong orang terlantar, mengingatkan orang yang lalai atau orang tidur yang menjadi incaran ular dengan membaca tasbih, serta menghentikan puasa untuk menolong orang yang tenggelam atau karena takut (mengancam) jiwa atau balita.
Tidak dapat disangkal bahwa jika seseorang jatuh saat shalat dan terlihat seperti orang yang meninggal dunia, terdapat kemungkinan bahwa ia sebenarnya telah meninggal atau mungkin juga masih bisa diselamatkan.
Oleh karena itu, bagi mereka yang berada di sekitarnya, baik di sebelah kanan maupun kiri, diwajibkan untuk menghentikan shalat dengan tujuan memberikan pertolongan pertama. Hal ini disebabkan penundaan pertolongan hingga selesainya shalat bisa menyebabkan keterlambatan dalam memberikan bantuan yang dapat menyelamatkannya.
Apabila diketahui oleh orang-orang di sekitarnya bahwa seseorang telah meninggal dunia, namun tidak ada keseriusan untuk membantunya, maka tanpa keraguan, hal tersebut merupakan hadats besar jika jenazah dibiarkan berada di tengah shaf. Ini juga akan memutus shaf bagi orang yang tidak sedang shalat, dan dapat dianggap meremehkan kehormatan jenazah jika dibiarkan begitu saja.
Dalam konteks ini, aturan yang terlihat jelas dalam syariat adalah disyariatkan bagi mereka yang berada di sekitar jenazah untuk menghentikan shalat mereka dan meletakkan jenazah di samping, berupaya menutupinya dengan sesuatu yang memungkinkan. Hal ini dilakukan hingga orang-orang selesai melaksanakan shalat fardhu mereka, kemudian baru mengurus jenazah tersebut.
Dalam konteks menghentikan shalat di situasi tersebut, sesuai dengan kebutuhan dan sesuai dengan kaidah fikih secara tekstual, jika sebagian orang yang shalat menghentikan shalat mereka, maka mereka akan mendapatkan manfaat syar’i, tanpa harus menghentikan seluruh jamaah shalat mereka dan mengalihkan perhatian hanya pada satu jenazah, daripada melaksanakan shalat fardhu mereka.