Pemakaman Muslim No. 1 di Indonesia

Apakah Benar Bahwa Meninggal di Hari Jumat dan Rabu Memiliki Keutamaan?

Al Azhar Memorial Garden – Pemahaman yang berkembang di masyarakat mengenai keutamaan meninggal pada hari-hari tertentu, seperti Rabu dan Jumat, merupakan suatu keyakinan yang dianggap baik. 

Namun, dalam perspektif Islam, pandangan terhadap kematian pada kedua hari tersebut memunculkan permasalahan. Khususnya, kepercayaan terhadap keutamaan meninggal di hari Jumat dianggap sebagai suatu hal ghaib, dalam Islam hanya dapat diterima jika didasarkan pada dalil-dalil sam’i naqli (dalil yang berasal dari al-Qur’an dan as-Sunnah). 

Dalam konteks perkara ghaib, ditekankan bahwa kita tidak diperbolehkan membuat cerita atau meyakini sesuatu tanpa dasar langsung dari nash al-Qur’an maupun as-Sunnah. Tidak ada ruang untuk analogi atau penggunaan akal guna memahami hal-hal ghaib. Allah SWT telah menegaskan hal ini dengan firman-Nya:

قُلْ لَا أَقُولُ لَكُمْ عِنْدِي خَزَائِنُ اللَّهِ وَلَا أَعْلَمُ الْغَيْبَ وَلَا أَقُولُ لَكُمْ إِنِّي مَلَكٌ إِنْ أَتَّبِعُ إِلَّا مَا يُوحَى إِلَيَّ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الْأَعْمَى وَالْبَصِيرُ أَفَلَا تَتَفَكَّرُونَ

Artinya: “Katakanlah: Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang gaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku. Katakanlah: Apakah sama orang yang buta dengan orang yang melihat? Maka apakah kamu tidak memikirkan(nya)?” (QS. al-An’am: 50)

Nabi Muhammad saw juga telah bersabda:

مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ.

Artinya: “Barangsiapa mengada-adakan dalam urusan (agama) kami ini sesuatu yang bukan berasal darinya maka ia tertolak.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Dalam riwayat lain disebutkan:

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

Artinya: “Barangsiapa mengerjakan suatu amalan yang tidak berdasar pada urusan (agama) kami, maka amalan itu tertolak.” (HR Muslim).

Tentang pertanyaan mengenai kelebihan meninggal pada hari Rabu, kami telah meneliti beberapa kitab hadis dan mencari petunjuk dari sabda Nabi saw mengenai keistimewaan meninggal pada hari tersebut. Namun, kami tidak menemukan informasi apapun yang dapat menjawab pertanyaan tersebut. 

Oleh karena itu, jika ada kepercayaan yang berkembang di masyarakat mengenai keutamaan meninggal di hari Rabu, dapat dikatakan bahwa kepercayaan tersebut tidak memiliki dasar yang dapat dipertanggungjawabkan.

Mengenai keutamaan meninggal pada hari Jum’at, terdapat sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi.

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- : مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَمُوتُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَوْ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ إِلاَّ وَقَاهُ اللَّهُ فِتْنَةَ الْقَبْرِ

Artinya: “Diriwayatkan dari Abdullah bin ‘Amr, ia berkata: Rasulullah saw bersabda: “Tidaklah seorang muslim meninggal pada hari Jumat atau malam Jumat kecuali Allah akan melindunginya dari adzab kubur.” (Sunan at-Tirmidzi/vol. III/hadis ke 1074).

Para ulama hadis memiliki perbedaan pendapat mengenai keabsahan hadis ini. Imam at-Tirmidzi (w. 360 H) sendiri, yang meriwayatkan hadis tersebut dalam kitab Sunan at-Tirmidzi, menilainya sebagai hadis gharib (karena hanya diriwayatkan oleh satu orang) dan munqathi’ karena sanadnya tidak bersambung (laisa bi muttashil). 

Menurutnya, Rabiah bin Saif (w. 120 H), seorang tokoh dari generasi tabiut tabiin yang meriwayatkan hadis ini, tidak pernah bertemu dengan sahabat Nabi Abdullah bin Amr bin Ash (w. 63 H), sehingga ada satu perawi dari tingkatan tabiin yang hilang. Status gharib yang diberikan oleh at-Tirmidzi ini kemudian disepakati oleh Ibnu Hajar al-Asqalani (w. 852 H), seorang ulama hadis yang meninggal di Mesir, yang menyebut hadis tersebut sebagai dhaif dalam kitabnya Fathul-Bari (vol. IV/hal. 467).

Tentang keadaan hadis ini yang terputus perawinya dari kalangan tabiin (munqathi), berdasarkan hasil penelitian kami, Imam at-Tirmidzi dalam karyanya yang lain, Nawadir al-Ushul (sebuah koleksi hadis dhaif), mengemukakan bahwa hadis ini disampaikan secara berkelanjutan (muttashil). 

Tokoh dari generasi tabiin yang bertemu dengan Rabiah bin Saif dan meriwayatkan hadis dari Abdullah bin Amr bin Ash yang sebelumnya tidak terdapat dalam Sunan at-Tirmidzi adalah Iyadh bin Aqabah al-Fihri dan Ali bin Ma’badh (at-Tirmidzi, Nawadir al-Ushul, vol. IV, hal. 161). Imam al-Qurtubhi (w. 671 H) dalam at-Tadzkirah (hal. 167) dan Ibnu Qayyim (w. 751 H) dalam ar-Ruh (hal. 161) juga menolak status munqathi untuk hadis ini.

Dalam kaedah hadis disebutkan bahwa suatu hadis hanya bisa diterima jika ia tidak bertentangan dengan pokok-pokok ajaran Islam.

إِذَا رَأَيْتَ الْحَدِيْثَ يُبَايِنُ اْلمَعْقُوْلَ أَوْ يُخَالِفُ الْمَنْقُوْلَ أَوْ يُنَاقِضُ الْأُصُوْلَ فَاعْلَمْ أَنَّهُ مَوْضُوْعٌ

Artinya: “Jika engkau melihat satu hadis yang bertentangan dengan akal sehat, menyelisihi nash (yang lebih sahih) dan bertentangan (menabrak) pokok-pokok agama, maka ketahuilah ia adalah hadis yang palsu (maudhu’)” (as-Suyuthi, Tadribu ar-Rawi, vol. I, hal. 277, Albani, Irwau al-Ghalil, vol. IV, hal. 112).

Kesimpulannya, keutamaan meninggal di hari Rabu tidak ada dasarnya sama sekali, dengan demikian tidak dapat dipercayai. Adapun keutamaan meninggal di hari Jum’at dasarnya lemah, sehingga tidak dapat dijadikan hujjah (argumentasi).

Share this Article:

Related Articles

Scroll to Top